DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM
MELALUI PEMERIKSAAN IVA-TES
MELALUI PEMERIKSAAN IVA-TES
IVA merupakan salah satu metode untuk melakukan deteksi dini adanya kanker leher rahim. Skrining dengan IVA ini dinyatakan lebih mudah, lebih sederhana, dan lebih murah dibandingkan dengan tes pap smear.
Karena itu, pemeriksaan IVA ini memberikan harapan besar untuk terlindung dari ganasnya efek kanker leher rahim, jenis kanker yang paling banyak ditemukan pada perempuan Indonesia yang berusia 25 tahun ke atas.
Masalah yang menghadang dalam penanggulangan kanker leher rahim di Indonesia adalah masih rendahnya angka cakupan tes deteksi dini atau skrining kanker ini.
Skrining adalah salah satu cara untuk menemukan lesi pre kanker dan kanker pada stadium dini. Faktanya, angka skrining kanker leher rahim di Indonesia hanya berkisar kurang dari (5%) (idealnya sekitar 80%). Karena rendahnya angka skrining itulahmaka pantas saja (70%) pasien kanker leher rahim, indonesia terdiagnosis pada stadium lanjut. Kondisi ini membuat rendahnya angka kesakitan dan tingginya angka kematian pada pasien kanker leher rahim.
Karena itu, pemeriksaan IVA ini memberikan harapan besar untuk terlindung dari ganasnya efek kanker leher rahim, jenis kanker yang paling banyak ditemukan pada perempuan Indonesia yang berusia 25 tahun ke atas.
Masalah yang menghadang dalam penanggulangan kanker leher rahim di Indonesia adalah masih rendahnya angka cakupan tes deteksi dini atau skrining kanker ini.
Skrining adalah salah satu cara untuk menemukan lesi pre kanker dan kanker pada stadium dini. Faktanya, angka skrining kanker leher rahim di Indonesia hanya berkisar kurang dari (5%) (idealnya sekitar 80%). Karena rendahnya angka skrining itulahmaka pantas saja (70%) pasien kanker leher rahim, indonesia terdiagnosis pada stadium lanjut. Kondisi ini membuat rendahnya angka kesakitan dan tingginya angka kematian pada pasien kanker leher rahim.
Di Indonesia, kasus kanker leher rahim menempati urutan pertama dengan jumlah kasus 14.368 orang. Dari jumlah itu, 7.297 di antaranya, meninggal dunia, dan prevalensi setiap tahunnya 10.823 orang. Informasi tersebut memberikan arti bahwa dari jumlah kasus yang ada, (50,78%) mengalami kematian. Sementara jika mengacu pada prevalensi setiap
tahunnya yang mencapai 10.823 kasus, berarti setiap tahun-nya terjadi kematian 5.495 orang. Kasus kanker leher rahim di Indonesia, diperburuk lagi dengan banyaknya (>70%) kasus yang sudah berada pada stadium lanjut ketika datang ke Rumah Sakit. Kondisi ini terjadi juga di beberapa negara berkembang, atau di negaramiskin. Agar tercapai hasil
pengobatan kanker leher rahim yang lebih baik, salah satu faktor utama adalah penemuan stadium lebih awal. Pengobatan kanker leher rahim pada stadium lebih dini, akan lebih berhasil, sehingga mortalitas akan menurun.
Pemikiran perlunya metode skrining alternatif dilandasi oleh fakta, bahwa temuan sensitivitas dan spesifisitas Tes Pap bervariasi dari 50-98%. Selain itu juga kenyataannya skrining massal dengan Tes Pap belum mampu dilaksanakan antara lain karena keterbatasan ahli patologi/sitologi dan teknisi sitologi. Data dari sekretariat IAPI (Ikatan Ahli Patologi Indonesia) menunjukkan bahwa jumlah ahli patologi 178 orang pada tahun 2001 yang tersebar baru di 13 provinsi di Indonesia dan jumlah skriner yang masih kurang dari 100 orangpada tahun 2001. Sementara itu Indonesia mempunyai sejumlah bidan; jumlah bidan di desa 55.000 dan bidan praktek swasta (BPS) kurang sebanyak 16.000(1997) . Bidan adalah tenaga kesehatan yang dekat dengan masalah kesehatan wanita, yang potensinya
perlu dioptimalkan, khususnya untuk program skrining kanker leher rahim. Juga adanya fakta bahwa di antara petugas kesehatan termasuk bidan, kemampuan dan kewas-padaan terhadap kanker leher rahim masih perlu diberdayakan.
tahunnya yang mencapai 10.823 kasus, berarti setiap tahun-nya terjadi kematian 5.495 orang. Kasus kanker leher rahim di Indonesia, diperburuk lagi dengan banyaknya (>70%) kasus yang sudah berada pada stadium lanjut ketika datang ke Rumah Sakit. Kondisi ini terjadi juga di beberapa negara berkembang, atau di negaramiskin. Agar tercapai hasil
pengobatan kanker leher rahim yang lebih baik, salah satu faktor utama adalah penemuan stadium lebih awal. Pengobatan kanker leher rahim pada stadium lebih dini, akan lebih berhasil, sehingga mortalitas akan menurun.
Pemikiran perlunya metode skrining alternatif dilandasi oleh fakta, bahwa temuan sensitivitas dan spesifisitas Tes Pap bervariasi dari 50-98%. Selain itu juga kenyataannya skrining massal dengan Tes Pap belum mampu dilaksanakan antara lain karena keterbatasan ahli patologi/sitologi dan teknisi sitologi. Data dari sekretariat IAPI (Ikatan Ahli Patologi Indonesia) menunjukkan bahwa jumlah ahli patologi 178 orang pada tahun 2001 yang tersebar baru di 13 provinsi di Indonesia dan jumlah skriner yang masih kurang dari 100 orangpada tahun 2001. Sementara itu Indonesia mempunyai sejumlah bidan; jumlah bidan di desa 55.000 dan bidan praktek swasta (BPS) kurang sebanyak 16.000(1997) . Bidan adalah tenaga kesehatan yang dekat dengan masalah kesehatan wanita, yang potensinya
perlu dioptimalkan, khususnya untuk program skrining kanker leher rahim. Juga adanya fakta bahwa di antara petugas kesehatan termasuk bidan, kemampuan dan kewas-padaan terhadap kanker leher rahim masih perlu diberdayakan.